adanya gangguan fungsi pada lapisan luar (corteks serebrum) otak.Namun, akhir-akhir ini para ahli menyimpulkan bahwa gangguan ini tak hanya bersifat fisik semata, tapi juga dapat berupa gangguan psikis.
Gejala inatensi (rendahnya pemusatan perhatian) dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu hal. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya dalam rentang waktu cukup lama, dan mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal lain.
Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam.Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan anak yang mengalami ADHD. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara, meski kadang tidak jelas.
Sementara gejala ketiga adalah impulsif yang ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Anak seperti mengalami dorongan untuk melakukan sesuatu secara tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Seperti, perilaku tidak sabar, meloncat dari ketinggian, dll. Sisi lain dari impulsivitas membuat anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.Namun, sebelum sampai pada diagnosis ADHD, masih ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Misalnya, tiga gejala awal tadi sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.
Masalah di sekolah dan di rumah
Anak hiperaktif umumnya tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian yang pendek juga membuat anak ingin cepat selesai bila diminta mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kecenderungan berbicara dengan nada tinggi akan mengganggu anak dan teman bermain. Kadang malah membuat guru menyangka bahwa mereka tidak memperhatikan pelajaran. Anak hiperaktif seringkali mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika. Apalagi, ketrampilan motorik halus mereka secara umum memang tidak sebaik anak lain.
cenderung keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Tanpa pengertian yang luas, anak kadang dipandang nakal baik di lingkungan pertemanan maupun keluarga. Karena sering dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan anak secara kurang hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan,banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Dari sini, anak membuat reaksi balik dengan cara menolak atau berontak. Akibatnya muncul ketegangan antara orang tua dengan anak. Kondisi tegang (stress) ini dapat memicu tumbuhnya suasana kurang nyaman dalam rumah. Akibatnya anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan bersosialisasi yang tidak segera diatasi bahkan dapat menumbuhkan konsep diri negatif dalam diri anak. Anak akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak.
Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lain. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik anak
juga berisiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan sebagainya
Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik. Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara secara tepat.
Beberapa faktor penyebab
Kemunculan ADHD pada anak sampai saat ini diyakini karena terjadinya disfungsi pada zat di otak yang bernama dopamin. Dopamin ini berguna untuk memelihara proses konsentrasi.
Kasus hiperaktif bisa dialami setiap anak dari setiap ibu. Namun peluang ini dapat menjadi lebih besar pada kasus kelahiran 'bermasalah'seperti proses melahirkan yang memakan waktu lama, persalinan dengan cara vakum atau keracunan kehamilan (eklamsia). Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu
yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan peluang kelahiran bayi hiperaktif
Bila anak anda memiliki segala gejala yang disebut diatas, atau telah mendapat diagnosa hiperaktif, tak perlu cemas. Bagaimanapun, orangtualah pemegang peranan utama dalam mengendalikan perilaku anak hiperaktif ini. Beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua antara lain, pertama, member dorongan verbal berupa kalimat yang positif. Misalnya, "Ummi bangga
deh sama Irfan karena Irfan bisa makan dengan tenang." Kedua, terapkan sistem reward (penghargaan) atas perilaku positif anak. Prinsipnya adalah perbaikan tindakan bisa menghasilkan hadiah. Ajak anak untuk mencatatkan prestasinya. Ketiga, sediakan lingkungan yang teratur dan mendukung. Tetapkan jadwal kegiatan dan letakkan barang yang teratur di kamar anak. Bantuan seluruh keluarga besar juga sangat membantu menciptakan iklim yang baik bagi anak. Keempat, metode profesional. Mintalah bantuan ahli untuk menangani
anak hiperaktif.